Langsung ke konten utama

Gaji UMR di Jakarta Apakah Cukup Untuk Hidup Keluarga? Mari Kita Hitung Bersama

Apa yang terlintas di benak Anda ketika mendengar nama kota Jakarta? Jalanan macet? Gedung-gedung pencakar langit? Banjir? Ya hal-hal itu memang identik dengan kondisi Jakarta saat ini. Meski demikian, Jakarta masih menjadi tujuan favorit orang-orang dari daerah untuk mencari peruntungan agar kehidupan menjadi lebih baik. Bahkan ribuan orang berlomba-lomba melamar ke perusahaan-perusahaan di Jakarta demi gaji besar.


Ya, Jakarta memang menawarkan lapangan pekerjaan yang banyak dengan pilihan yang beragam. Upah Minimum Provinsi (UMP) di sana juga relatif lebih besar dari provinsi lain. Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar Rp3.648.035 untuk tahun 2018. Ini berarti ada kenaikan sebesar 8,71 %. Namun nyatanya hal itu belum memenuhi tuntutan para buruh yag menginginkan UMP naik menjadi Rp 3,9 juta.

Rasanya wajar bila para buruh di Jakarta menuntut sebesar itu mengingat harga kebutuhan pokok serba mahal. Bahkan ibu kota termasuk salah satu dari 10 besar jajaran kota dengan biaya hidup termahal di Indonesia. Tetapi, upah minimum yang ditetapkan pemerintah bukan tanpa alasan. Ada perhitungan dan pertimbangan sebelum hal itu akhirnya diputuskan.

Sebagian besar pengusaha mungkin menerima ketentuan upah minimum yang ditetapkan pemerintah. Tapi mayoritas pekerja mungkin berpikir sebaliknya. Uang sebesar Rp 3,6 juta sebetulnya bukan jumlah yang sedikit. Jumlah sebesar itu cukup untuk pekerja yang masih lajang. Mereka masih bisa makan normal dan mencari hiburan, walau mungkin dirasa belum cukup untuk menabung ataupun investasi. Tapi bagaimana dengan mereka yang sudah berkeluarga? Apakah gaji UMR cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari?

Mereka yang sudah berkeluarga mungkin agak sedikit kecewa dengan penetapan upah minimum yang ditetapkan pemerintah DKI. Di lain sisi, pasti banyak pula yang bersyukur karena standar gaji naik dari tahun sebelumnya. Dalam bayangan banyak orang, mungkin UMP atau UMR (Upah Minimum Regional) Jakarta tak cukup untuk memenuhi kebutuhan satu keluarga. Apalagi bila ada anak dan setiap bulannya harus membayar sewa rumah kontrakan.

Ketika sudah menikah dan punya anak, kebutuhan hidup akan menjadi lebih besar. Misal Anda sudah menikah dan memiliki satu orang anak, sebetulnya gaji Rp 3,6 juta per bulan itu cukup selama Anda bisa mencukupkannya.

Besarnya gaji tak menjamin seseorang merdeka secara finansial dan tidak punya hutang. Faktanya dalam kehidupan sehari-hari, cukup sering dijumpai orang yang terjebak hutang kartu kredit sebetulnya memiliki penghasilan besar di atas Rp 10 juta per bulan. Begitu pula sebaliknya, masih ada pula orang yang sudah berkeluarga tapi bisa hidup cukup walau bergaji pas-pasan.

Langsung saja, mari kita hitung bagaimana agar gaji Rp 3,6 juta bisa cukup untuk hidup satu keluarga:

Jika belum memiliki hunian tetap, Anda bisa mencari kontrakan petak yang lokasinya tak begitu jauh dari tempat kerja. Usahakan biaya untuk sewa rumah kontrakan tak lebih dari Rp 1 juta per bulan sudah termasuk biaya listrik dan air. Ada baiknya jarak tempuh dari rumah kontrakan ke tempat kerja tak lebih dari 10 km.

Belanja untuk makan sehari-hari asumsi Rp 60 ribu per hari, berarti Rp 1,8 juta per bulan. Bawalah bekal makan siang dari rumah.

Misalkan Anda menggunakan sepeda motor untuk mobilitas sehari-hari dan tinggal agak jauh dari tempat kerja. Anggarkan biaya transportasi (bensin, parkir, dan lain sebagainya) Rp 50 ribu per minggu atau Rp 200 ribu per bulan.

Hidup di Jakarta memang bukan soal makan dan kerja saja. Butuh juga kegiatan sosialisasi dan hiburan. Tapi namanya sudah berkeluarga dan gaji pas-pasan, Anda harus bisa memprioritaskan hal-hal yang lebih penting. Sah-sah saja sesekali pergi makan ke luar atau mall untuk mencari hiburan bersama keluarga. Tapi jika gaji masih mentok UMR, usahakan anggaran hiburan tak lebih dari Rp 200 ribu per bulan.

Tabungan pendidikan anak dan dana darurat Rp 300 ribu per bulan.  

Jika dikalkusikan totalnya Rp 3,6 juta. Cukup bahkan masih bisa menabung selama Anda tidak memiliki cicilan atau hutang.

Semakin bertambah usia anak, maka Anda juga perlu mempersiapkan biaya pendidikan yang besar. Ditambah biaya hidup memang akan semakin mahal dari waktu ke waktu. Tapi, semakin lama bekerja, perusahaan juga pasti akan mengapresiasi loyalitas Anda dengan menaikkan jabatan maupun gaji. Gaji Rp 3,6 juta hanya ketetapan upah minimum. Bisa saja perusahaan membayar gaji lebih besar pada karyawan tergantung kualifikasi pendidikan, keahlian, pengalaman bekerja, dan faktor lainnya.

Wajar bila ada keinginan memperoleh penghasilan lebih. Anda pun pasti tidak ingin selamanya mengontrak rumah. Sambil berburu mencari-cari lokasi perumahan murah yang disubsidi pemerintah, Anda bisa mencari usaha atau pekerjaan sampingan untuk diprioritaskan sebagai tabungan uang muka rumah. Istri juga bisa membantu menambah penghasilan.

Tak harus bekerja di kantor yang menguras waktu hingga anak kurang diperhatikan, mencari uang juga bisa dilakukan dari rumah. Seperti dengan berdagang makanan atau pulsa di depan rumah kontrakan atau jualan online. Paling tidak uang yang diperoleh istri bisa membantu mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari, membeli kosmetik dan barang yang diinginkan lainnya.

Jadi, berapa pun gaji yang diterima setiap bulan, sudah sepatutnya disyukuri. Daripada mengeluhkannya, lebih baik kelola gaji yang diperoleh secara optimal. Toh, mengeluh tidak akan mengubah apa-apa. Hanya akan membuat frustasi sendiri karena pikiran dipenuhi hal-hal negatif.

Bersyukurlah atas apa yang diperoleh dan seimbangkan gaya hidup dengan gaji. Ingatlah untuk selalu memprioritaskan kebutuhan bukannya keinginan. Dari pendapatan yang diperoleh setiap bulannya, sisihkan pula sedikit dana secara konsisten untuk disimpan sebagai tabungan dan dana darurat.

Dengan begitu, hidup di Jakarta dengan gaji UMR bisa dijalani dengan menyenangkan tanpa pusing terlilit hutang.

Postingan populer dari blog ini

6 Hal yang Tanpa Disadari Bikin Kantong Cekak Akhir Bulan

Banyak anak muda dari kaum millennial yang memiliki gaji lewat dua digit. Tetapi tak sedikit dari mereka ternyata tak memiliki tabungan masa depan ataupun instrumen investasi. Apalagi membeli rumah. Gaji mereka saja selalu habis setiap bulan. Ironisnya, mereka bingung mencari jawaban ketika ditanya ke mana saja uang itu menguap. Apakah Anda juga mengalami hal serupa? Ya, tanpa disadari ada banyak kebiasaan “kecil” yang ternyata mengacaukan keuangan. David Bach, seorang penulis dan motivator keuangan asal Amerika Serikat, menyebut kebiasaan itu sebagai latte factor. Istilah itu diperkenalkan berdasarkan pengalamannya sendiri di mana ia memiliki kebiasaan minum kopi di kafe. Kata “latte” terinspirasi dari kata dalam salah satu jenis minuman kopi. Jadi ia menganggap kebiasaan minum kopi di kafe yang seolah menjadi rutinitas selama ini tanpa disadari telah banyak pengeluaran pada sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu diperlukan. Padahal bila ia tidak melakukannya, tentu uangnya bisa...

Inilah Fakta Mengapa Seorang Ibu Bisa Menjadi Senjata Utama Seorang Anak Untuk Bisa Sukses!

Rasanya tidak ada seorang pun yang tidak ingin meraih kesuksesan dalam hidupnya. Entah itu kesuksesan dengan banyak harta, jabatan tinggi, atau sukses memiliki keluarga yang bahagia. Terlepas dari tolok ukur sukses yang berbeda-beda, kesuksesan secara general telah menjadi tujuan hidup terbesar bagi semua orang. Ada banyak tokoh-tokoh hebat yang kisah suksesnya begitu menginspirasi. Mulai dari pengusaha, ilmuwan, pemimpin negara, dan lain sebagainya. Lika-liku kehidupan yang mereka hadapi seringkali membuat kita terkagum-kagum oleh kerja keras dan sifat pantang menyerah yang mereka miliki. Tapi terkadang kita mengesampingkan sosok penting yang sangat berperan mengantarkan mereka meraih kesuksesan tersebut. Siapakah sosok penting itu? Ibu mereka. Ya, sosok ibu sangat berperan dalam keberhasilan seseorang meraih sukses. Tak hanya satu atau dua, tapi telah banyak orang-orang sukses yang mengakui bahwa kesuksesan mereka tak lepas dari peran ibu mereka yang begitu besar. Siapa yang...

Sekarang Zamannya Cashless, Ini Keuntungannya Kamu Pakai Uang Elektronik

Dalam beberapa tahun terakhir, Bank Indonesia (BI) mulai menggalakkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Tujuan adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan uang non tunai. Dengan begitu, dihadarapkan perlahan-lahan dapat terbentuk cashless society, di mana masyarakat dapat melakukan berbagai transaksi keuangan tanpa harus menggunakan uang fisik baik itu uang kertas ataupun uang logam guna mengurangi biaya cetak uang yang mahal. Masyarakat zaman dahulu membeli barang dengan sistem barter. Lalu seiring dengan berkembangnya zaman, masyarakat beralih menggunakan uang. Dalam beberapa tahun terakhir di mana teknologi berkembang begitu pesatnya, mulai banyak masyarakat yang melakukan transaksi secara non tunai (cashless) berkat adanya uang elektronik atau E-money. Uang elektronik adalah uang yang tersimpan dalam sistem komputer perbankan pada suatu media server atau chip. Terdapat dua jenis uang elektronik. Yang pertama, uang elektronik berbentuk kartu (chip ba...