Banyak anak muda dari kaum millennial yang memiliki gaji lewat dua digit. Tetapi tak sedikit dari mereka ternyata tak memiliki tabungan masa depan ataupun instrumen investasi. Apalagi membeli rumah. Gaji mereka saja selalu habis setiap bulan. Ironisnya, mereka bingung mencari jawaban ketika ditanya ke mana saja uang itu menguap. Apakah Anda juga mengalami hal serupa?
Ya, tanpa disadari ada banyak kebiasaan “kecil” yang ternyata mengacaukan keuangan. David Bach, seorang penulis dan motivator keuangan asal Amerika Serikat, menyebut kebiasaan itu sebagai latte factor. Istilah itu diperkenalkan berdasarkan pengalamannya sendiri di mana ia memiliki kebiasaan minum kopi di kafe. Kata “latte” terinspirasi dari kata dalam salah satu jenis minuman kopi.
Jadi ia menganggap kebiasaan minum kopi di kafe yang seolah menjadi rutinitas selama ini tanpa disadari telah banyak pengeluaran pada sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu diperlukan. Padahal bila ia tidak melakukannya, tentu uangnya bisa ditabung untuk bekal masa depan, bukan hanya sekedar memenuhi keinginan dan rasa puas sesaat.
Secara umum, latte factor merujuk pada berbagai jenis pengeluaran skala kecil yang sifatnya rutin tapi sebetulnya tidak terlalu penting. Ada beberapa kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari yang termasuk ke dalam latte factor. Misalnya 5 hal berikut ini:
1. Transportasi online
Transportasi online saat ini memang memberikan banyak kemudahan. Apalagi banyak promo yang ditawarkan. Tapi coba hitung pengeluaran yang dikeluarkan jika menggunakan transportasi online setiap hari. Lalu, bandingkan dengan pengeluaran jika Anda menggunakan transportasi umum seperti angkot atau bus kota. Tentu biaya untuk transportasi online akan lebih besar.
Belum lagi, kehadiran transportasi online tak hanya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kemudahan bepergian. Ada juga fitur pesan antar makanan. Sah-sah saja memesan makanan lewat layanan transportasi online. Tapi baiknya sesekali saja. Anda bisa jauh lebih menghemat biaya makan dengan catatan tidak malas berjalan kaki ke sekitar tempat tinggal untuk mencari penjual makanan. Akan lebih baik jika memasak sendiri, jauh lebih hemat dan sehat.
2. Secangkir kopi di coffee shop
Nongkrong sambil menikmati secangkir kopi di kafe atau kedai kopi saat ini bisa dikatakan sudah menjadi bagian dari keseharian sebagian besar kaum urban. Kita tentu tidak asing dengan standar harga secangkir kopi di kedai kopi yang harga secangkirnya bisa lebih dari Rp 50 ribu.
Bayangkan kebiasaan membeli kopi mahal ini dilakukan setiap hari? Atau katakanlah Anda melakukannya hanya tiga kali seminggu? Uang yang dihabiskan bisa lebih dari Rp 500 ribu atau bahkan mencapai angka jutaan hanya untuk minum kopi saja.
3. Kebiasaan merokok
Misalnya, satu hari habis satu bungkus rokok. Kita asumsikan harganya Rp 20 ribu. Jika dikalkulasikan selama sebulan, maka pengeluaran untuk membeli rokok sekitar Rp 600 ribu. Tak jarang mereka yang kecanduan rokok bisa menghabiskan lebih dari satu bungkus setiap harinya. Jika seperti itu, pengeluaran untuk rokok saja bisa menghabiskan uang hingga Rp 1 juta-an.
4. Membeli air mineral botol
Tak sedikit karyawan kantoran yang setiap harinya memiliki kebiasaan membeli air mineral di minimarket padahal di tempat kerjanya disediakan air galon. Harga satu botol air mineral mungkin dianggap sangat murah hanya Rp 3000,- saja. Tapi kebiasaan seperti itu sebaiknya segera dirubah.
Jika sehari membeli satu botol, maka uang yang digunakan untuk membeli air mineral dalam sebulan adalah Rp 90 ribu, atau dibulatkan Rp 100 ribu. Mengapa uang itu tidak dibelikan botol air minum saja. Akan lebih baik jika selalu membawa air minum dari rumah. Selain menghemat pengeluaran, Anda juga turut berpartisipasi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah plastik.
5. Hobi mengoleksi pakaian, kosmetik, dan sejenisnya
Pakaian memang termasuk salah satu kebutuhan primer manusia. Tapi jika Anda kerap membeli pakaian model terbaru setelah gajian, pantas saja jika gaji tak tersisa tiap bulan. Apalagi jika yang dibeli adalah pakaian dari brand ternama. Sudah pasti harganya mahal mulai dari ratusan ribu bahkan jutaan. Belum lagi jika Anda seorang fashionista yang juga gemar mengoleksi kosmetik seperti lisptik aneka warna.
Uang yang dihabiskan untuk tampil cantik dan gaya pasti tak sedikit jumlahnya. Tapi coba dipikirkan kembali apakah barang-barang yang Anda beli itu benar-benar kebutuhan.
6. Biaya administrasi
Uang yang dihabiskan untuk membayar biaya administrasi transaksi keuangan juga cukup besar jika kita kalkulasikan selama satu bulan. Terlebih jika Anda sering menarik uang di ATM berbeda, transfer ke rekening bank lain, membayar tagihan, mengisi ulang saldo E-money, dan sebagainya. Semakin banyak transaksi yang dilakukan, semakin besar pula jumlah uang yang dihabsikan untuk membayar biaya administrasi.
Sekarang, coba telusuri kembali pengeluaran Anda dalam satu atau dua bulan terakhir. Kenali latte factor-nya. Jika sudah, mulailah untuk mengubah kebiasaan yang termasuk ke dalam latte factor itu. Bukan berarti harus sepenuhnya dihentikan, tapi setidaknya dikurangi dan dikendalikan.
Bagaimanapun, hidup perlu seimbang. Tak apa sesekali menikmati makanan mahal di restoran mahal atau membeli barang branded karena Anda berhak untuk menikmati hasil jerih payah selama ini. Tapi ingat hanya sesekali. Ketika latte factor sudah mulai bisa dikendalikan, alokasikan uangnya untuk tabungan masa depan.
Ya, tanpa disadari ada banyak kebiasaan “kecil” yang ternyata mengacaukan keuangan. David Bach, seorang penulis dan motivator keuangan asal Amerika Serikat, menyebut kebiasaan itu sebagai latte factor. Istilah itu diperkenalkan berdasarkan pengalamannya sendiri di mana ia memiliki kebiasaan minum kopi di kafe. Kata “latte” terinspirasi dari kata dalam salah satu jenis minuman kopi.
Jadi ia menganggap kebiasaan minum kopi di kafe yang seolah menjadi rutinitas selama ini tanpa disadari telah banyak pengeluaran pada sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu diperlukan. Padahal bila ia tidak melakukannya, tentu uangnya bisa ditabung untuk bekal masa depan, bukan hanya sekedar memenuhi keinginan dan rasa puas sesaat.
Secara umum, latte factor merujuk pada berbagai jenis pengeluaran skala kecil yang sifatnya rutin tapi sebetulnya tidak terlalu penting. Ada beberapa kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari yang termasuk ke dalam latte factor. Misalnya 5 hal berikut ini:
1. Transportasi online
Transportasi online saat ini memang memberikan banyak kemudahan. Apalagi banyak promo yang ditawarkan. Tapi coba hitung pengeluaran yang dikeluarkan jika menggunakan transportasi online setiap hari. Lalu, bandingkan dengan pengeluaran jika Anda menggunakan transportasi umum seperti angkot atau bus kota. Tentu biaya untuk transportasi online akan lebih besar.
Belum lagi, kehadiran transportasi online tak hanya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kemudahan bepergian. Ada juga fitur pesan antar makanan. Sah-sah saja memesan makanan lewat layanan transportasi online. Tapi baiknya sesekali saja. Anda bisa jauh lebih menghemat biaya makan dengan catatan tidak malas berjalan kaki ke sekitar tempat tinggal untuk mencari penjual makanan. Akan lebih baik jika memasak sendiri, jauh lebih hemat dan sehat.
2. Secangkir kopi di coffee shop
Nongkrong sambil menikmati secangkir kopi di kafe atau kedai kopi saat ini bisa dikatakan sudah menjadi bagian dari keseharian sebagian besar kaum urban. Kita tentu tidak asing dengan standar harga secangkir kopi di kedai kopi yang harga secangkirnya bisa lebih dari Rp 50 ribu.
Bayangkan kebiasaan membeli kopi mahal ini dilakukan setiap hari? Atau katakanlah Anda melakukannya hanya tiga kali seminggu? Uang yang dihabiskan bisa lebih dari Rp 500 ribu atau bahkan mencapai angka jutaan hanya untuk minum kopi saja.
3. Kebiasaan merokok
Misalnya, satu hari habis satu bungkus rokok. Kita asumsikan harganya Rp 20 ribu. Jika dikalkulasikan selama sebulan, maka pengeluaran untuk membeli rokok sekitar Rp 600 ribu. Tak jarang mereka yang kecanduan rokok bisa menghabiskan lebih dari satu bungkus setiap harinya. Jika seperti itu, pengeluaran untuk rokok saja bisa menghabiskan uang hingga Rp 1 juta-an.
4. Membeli air mineral botol
Tak sedikit karyawan kantoran yang setiap harinya memiliki kebiasaan membeli air mineral di minimarket padahal di tempat kerjanya disediakan air galon. Harga satu botol air mineral mungkin dianggap sangat murah hanya Rp 3000,- saja. Tapi kebiasaan seperti itu sebaiknya segera dirubah.
Jika sehari membeli satu botol, maka uang yang digunakan untuk membeli air mineral dalam sebulan adalah Rp 90 ribu, atau dibulatkan Rp 100 ribu. Mengapa uang itu tidak dibelikan botol air minum saja. Akan lebih baik jika selalu membawa air minum dari rumah. Selain menghemat pengeluaran, Anda juga turut berpartisipasi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah plastik.
5. Hobi mengoleksi pakaian, kosmetik, dan sejenisnya
Pakaian memang termasuk salah satu kebutuhan primer manusia. Tapi jika Anda kerap membeli pakaian model terbaru setelah gajian, pantas saja jika gaji tak tersisa tiap bulan. Apalagi jika yang dibeli adalah pakaian dari brand ternama. Sudah pasti harganya mahal mulai dari ratusan ribu bahkan jutaan. Belum lagi jika Anda seorang fashionista yang juga gemar mengoleksi kosmetik seperti lisptik aneka warna.
Uang yang dihabiskan untuk tampil cantik dan gaya pasti tak sedikit jumlahnya. Tapi coba dipikirkan kembali apakah barang-barang yang Anda beli itu benar-benar kebutuhan.
6. Biaya administrasi
Uang yang dihabiskan untuk membayar biaya administrasi transaksi keuangan juga cukup besar jika kita kalkulasikan selama satu bulan. Terlebih jika Anda sering menarik uang di ATM berbeda, transfer ke rekening bank lain, membayar tagihan, mengisi ulang saldo E-money, dan sebagainya. Semakin banyak transaksi yang dilakukan, semakin besar pula jumlah uang yang dihabsikan untuk membayar biaya administrasi.
Sekarang, coba telusuri kembali pengeluaran Anda dalam satu atau dua bulan terakhir. Kenali latte factor-nya. Jika sudah, mulailah untuk mengubah kebiasaan yang termasuk ke dalam latte factor itu. Bukan berarti harus sepenuhnya dihentikan, tapi setidaknya dikurangi dan dikendalikan.
Bagaimanapun, hidup perlu seimbang. Tak apa sesekali menikmati makanan mahal di restoran mahal atau membeli barang branded karena Anda berhak untuk menikmati hasil jerih payah selama ini. Tapi ingat hanya sesekali. Ketika latte factor sudah mulai bisa dikendalikan, alokasikan uangnya untuk tabungan masa depan.